Senin, 19 Desember 2011

Tektonika lempeng

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Lempeng-lempeng tektonik di bumi barulah dipetakan pada paruh kedua abad ke-20.
 
Teori tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a.[1]

Perkembangan Teori

Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor gerakannya
 
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakan-kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong pengkajian ulang umur bumi,[4] karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya.[3][9][10]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi,[11] namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara seafloor spreading dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason[12][13][14][15] menunjukkan dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru.
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam segi penjelasan dan prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi.

Prinsip-prinsip Utama

Bagian lapisan luar, interior bumi dibagi menjadi lapisan litosfer dan lapisan astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas. Llitosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih panas dan secara mekanik lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui proses konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi dan memiliki gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda dengan pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan kerak. Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel.
Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer pada waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya. Prinsip kunci tektonik lempengan adalah bahwa litosfer terpisah menjadi lempengan-lempengan tektonik yang berbeda-beda. Lempengan ini bergerak menumpang di atas astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti fluida. Pergerakan lempengan bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun bisa mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.[16][17]
Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak.
Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari silikon dan magnesium.
Yang kedua adalah kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan aluminium.
Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan dikenal luas.
Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia.
Perbedaan antara kerak benua dengan kerak samudera ialah berdasarkan kepadatan material pembentuknya.
  • Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon.
  • Kerak benua lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.

[sunting] Jenis-jenis Batas Lempeng

Tiga jenis batas lempeng (plate boundary).
 
Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:
  1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
  2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
  3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).

Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng

Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan lempeng tektonik. Pandangan yang disetujui sekarang, meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat pergerakan lempengan.
Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak-pergerakan lempengan. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempengan untuk bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi [19] Meskipun subduksi dipercaya sebagai kekuatan terkuat penggerak-pergerakan lempengan, masih ada gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan adanya lempengan seperti lempengan Amerika Utara, juga lempengan Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi.
Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik) menunjukkan adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral di seluruh mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces) [20] Bagaimana konveksi mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan planet masih menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika. Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.

Gaya Gesek

Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer, sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini bisa terjadi dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja pada lempeng ini pada saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja pada kedua sisi lempengan, atas dan bawah

Gravitasi

Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng di oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk mengkompensasikan beratnya, menghasilkan sedikit inklinasi lateral proporsional dengan jarak dari sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai sebuah doronga. Namun, sebenarnya sebutan yang lebih tepat adalah runtuhan karena topografi sebuah lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda dan topografi pematang (ridge) yang melakukan pemekaran hanyalah fitur yang paling dominan. Sebagai contoh, pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke bawah lempeng yang bersebelahan menghasilkan kenampakan yang bisa memengaruhi topografi. Lalu, mantel plume yang menekan sisi bawah lempeng tektonik bisa juga mengubah topografi dasar samudera.
Slab-pull (tarikan lempengan)
Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng yang dingin dan padat yang turun ke mantel di palung samudera.[21] Ada bukti yang cukup banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan skala cukup besar. Pergerakan ke atas materi di mid-oceanic ridge mungkin sekali adalah bagian dari konveksi ini. Beberapa model awal Tektonik Lempeng menggambarkan bahwa lempeng-lempeng ini menumpang di atas sel-sel seperti ban berjalan. Namun, kebanyakan ilmuwan sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah cukup kuat untuk secara langsung menyebabkan pergerakan oleh gesekan gaya-gaya itu. Slab pull sendiri sangat mungkin menjadi gaya terbesar yang bekerja pada lempeng. Model yang lebih baru juga memberi peranan yang penting pada penyerotan (suction) di palung, tetapi lempengan seperti Lempeng Amerika Utara tidak mengalami subduksi di manapun juga, tetapi juga mengalami pergerakan seperti juga Lempeng Afrika, Eurasia, dan Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk pergerakan lempengan dan sumber energinya itu sendiri masih menjadi bahan riset yang sedang berlangsung

Gaya dari luar

Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari buletin Geological Society of America Bulletin, sebuah tim ilmuwan dari Italia dan Amerika Serikat berpendapat bahwa komponen lempeng yang mengarah ke barat berasal dari rotasi Bumi dan gesekan pasang bulan yang mengikutinya. Mereka berkata karena Bumi berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi bulan meskipun sangat kecil menarik lapisan permukaan bumi kembali ke barat.
Beberapa orang juga mengemukakan ide kontroversial bahwa hasil ini mungkin juga menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak memiliki lempeng tektonik, yaitu karena ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran bulan Mars untuk memberi efek seperti pasang di bumi.[22]
Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah baru. Hal ini sendiri aslinya dikemukakan oleh bapak dari hipotesis ini sendiri, Alfred Wegener, dan kemudian ditentang fisikawan Harold Jeffreys yang menghitung bahwa besarnya gaya gesek oasang yang diperlukan akan dengan cepat membawa rotasi bumi untuk berhenti sejak waktu lama.
Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan barat, bahkan banyaknya pergerakan ke barat dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari sudut pandang pusat pemekaran (spreading) di Samudera Pasifik yang mengarah ke timur. Dikatakan juga bahwa relatif dengan mantel bawah, ada sedikit komponen yang mengarah ke barat pada pergerakan semua lempeng

Signifikansi relatif masing-masing mekanisme

Pergerakan lempeng berdasar pada data satelit GPS NASA JPL. Vektor di sini menunjukkan arah dan magnitudo gerakan.
 
Vektor yang sebenarnya pada pergerakan sebuah planet harusnya menjadi fungsi semua gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun, masalahnya adalah seberapa besar setiap proses ambil bagian dalam pergerakan setiap lempeng Keragaman kondisi geodinamik dan sifat setiap lempeng seharusnya menghasilkan perbedaan dalam seberapa proses-proses tersebut secara aktif menggerakkan lempeng. satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melihat laju di mana setiap lempeng bergerak dan mempertimbangkan bukti yang ada untuk setiap kekuatan penggerak dari lempeng ini sejauh mungkin.
Salah satu hubungan terpenting yang ditemukan adalah bahwa lempeng litosferik yang lengket pada lempeng yang tersubduksi bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng yang tidak. Misalnya, Lempeng Pasifik dikelilingi zona subduksi (Ring of Fire) sehingga bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng di Atlantik yang lengket pada benua yang berdekatan dan bukan lempeng tersubduksi. Maka, gaya yang berhubungkan dengan lempeng yang bergerak ke bawah (slab pull dan slab suction) adalah kekuatan penggerak yang menentukan pergerakan lempeng kecuali untuk lempeng yang tidak disubduksikan. Walau bagaimanapun juga, kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu sendiri masih menjadi bahan perdebatan dan riset para ilmuwan

Lempeng-lempeng utama

Peta lempeng-lempeng tektonik
 
Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:
Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua sisanya)

Minggu, 18 Desember 2011

NASA Miliki Peta Karbon Dunia Yang Lebih Akurat

NASA Miliki Peta Karbon Dunia Yang Lebih Akurat
Tahukan Anda, berapa banyak karbon yang tersimpan di seluruh hutan tropis yang ada di muka bumi ini? Akan sulit menjawabnya jika hanya mengandalkan data-data riset perhitungan karbon yang telah dilakukan hanya per negara dan biasanya berdasar pengamatan terhadap ketinggian pohon serta dilakukan dari permukaan bumi atau ground-based.

Lain halnya yang dilakukan NASA dengan memanfaatkan teknologi luar angkasa yang dimilikinya. Tim riset yang dipimpin lembaga antariksa Amerika Serikat tersebut berhasil membuat peta akurat kuantitas dan lokasi karbon yang tersimpan di seluruh pepohonan dan hutan tropis yang ada di muka bumi ini.

Carbon-Map
Peta karbon NASA

NASA menggunakan data yang didapat dari Geoscience Laser Altimeter System dengan teknologi lidar yang terdapat pada satelit ICESat. Satelit ini mengidentifikasi ketinggian pohon menggunakan tiga juta pengukuran yang selanjutnya dikombinasikan dengan data yagn didapat di darat untuk menghitung karbon yang tersimpan di dalamnya. Perhitungan tersebut masih harus digabungkan dengan berbagai perangkat peta visual yang dibuat dengan instrumen Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer, satelit scatterometer QuikSat dan Shuttle Radar Topography Mission.

Berdasar data dari awal tahun 2000-an hingga kini, peta tersebut fokus pada 2,5 juta hektar hutan yang tersebar di 75 negara. Sebesar 247 milyar ton karbon tersimpan di dalamnya. Dari angka tersebut, sebanyak hampir setengahnya tersimpan di hutan tropis Amerika Latin. Cadangan karbon yang jumlahnya hampir sama juga terdapat di sub Sahara Afrika. Sementara di hutan Amazon Brasil, di dalamnya tersimpan 61 milyar ton karbon.

Peta karbon yang dihasilkan NASA dan dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences tersebut nantinya bisa dijadikan sebagai dasar pembanding untuk pemantauan karbon, serta melihat kesehatan dan lamanya usia seluruh hutan.

International Energy Agency : Perubahan Iklim Akan Capai Point of No Return Dalam Lima Tahun Lagi

 International Energy Agency : Perubahan Iklim Akan Capai Point of No Return Dalam Lima Tahun Lagi Apa yang akan terjadi dengan perubahan iklim dalam lima tahun mendatang? Perubahan iklim akan mencapai titik tidak bisa diubah kembali.

Hal itu diungkapkan oleh International Energy Agency dalam press releasenya. Pernyataan yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk pada tahun 1974/1975 oleh 16 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Jerman, dalam merespon krisis minyak bumi, bukanlah tidak berdasar.

Menurut badan tersebut dengan jumlah bahan bakar fosil yang digunakan untuk bangunan dan pabrik yang akan dibangun dalam lima tahun ke depan, umat manusia akan terkunci dalam sebuah sejumlah besar emisi yang akan mendorong bumi berada pada titik tidak bisa kembali.

Satu-satunya jalan, menurut IEA adalah segera beralih ke teknologi rendah emisi demi menjaga karbon yang dilepas ke atmosfir di bawah 450 ppm hingga tahun 2035.  Hal ini mengacu pada konsensus global guna mempertahankan suhu bumi tidak naik melebihi 2 derajat cecius.

IEA juga menambahkan bahwa ketergesaan dalam membangun pabrik, bangunan dan infrastruktur murah pengemisi karbon akan membawa kita hidup dalam ekonomi palsu. Setiap 1 US dolar yang tidak digunakan pada infrastruktur berbasis energi terbarukan dalam lima tahun mendatang, kita harus menghabiskan 4,30 US dolar setelah tahun 2020 untuk mengurangi emisi karbon selanjutnya yang lebih besar.

Pertumbuhan, kemakmuran dan populasi yang meningkat akan mendorong kebutuhan energi dalam beberapa dekade ke depan. Maria van der Hoeven, eksekutif direktur IEA, menegaskan perlunya pemerintah di berbagai negara untuk mendorong investasi teknologi yang efisien dan rendah karbon.

Ilmuwan Skeptis Terhadap Perubahan Iklim Akui Pemanasan Global Adalah Nyata

 Ilmuwan Skeptis Terhadap Perubahan Iklim Akui Pemanasan Global Adalah Nyata Pro dan kontra masih membayangi isu perubahan iklim. Sebagian ilmuwan, seperti mereka yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau ilmuwan independen lainnya, menyatakan bahwa berdasar riset yang telah mereka lakukan perubahan iklim memang sedang terjadi. Sementara bagi ilmuwan lainnya yang skeptis, seperti ahli fisika terkemuka Richard Muller dari University of California Berkeley, Amerika Serikat menyatakan bahwa perubahan iklim tidaklah nyata dan lebih banyak dipengaruhi unsur politis serta diperkuat aktivis lingkungan.

Kenyataannya kini apa yang diyakini oleh Muller ditampik dirinya sendiri. Seperti yang dikutip dari Investor Bussiness Daily, Muller mengungkapkan pada Wall Street Journal, Muller kini mengaku bahwa perubahan iklim memang sedang terjadi.

Keyakinannya tersebut didasari atas riset yang telah dilakukannya sendiri terhadap kebenaran tentang terjadinya perubahan iklim seperti yang telah dinyatakan oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya sebelumnya. Setiap data yang tercatat di pusat pemantauan suhu di seluruh dunia dianalisa olehnya, dan hasilnya dapat ditebak bahwa perubahan iklim sedang menaikkan suhu sebesar 1 derajat Celcius sejak pertengahan tahun 1950.

Untuk mengurangi bias yang mungkin terjadi pada data yang diambil, selain menggunakan data temperatur dari daerah perkotaan yang diyakini menyebabkan bias pada analisa, Muller juga menggunakan data-data temperatur dari wilayah di luar perkotaan. Dan hasilnya suhu di wilayah tersebut juga mengalami kenaikan.

Bahkan grafik "hockey stick" yang menunjukkan tren peningkatan temperatur di muka bumi ini akhirnya diakui kebenarannya oleh Muller, setelah sebelumnya fisikawan tersebut menganggapnya sebagai poster dari komunitas pemanasan global. Data-data yang diolahnya juga menghasilkan grafik yang bukan lagi mirip justru sama persis dengan grafik "hockey stick".

Richard Muller menegaskan bahwa para ilmuwan skeptis salah dengan mendasarkan argumentasi mereka pada data-data dari beberapa tempat yang mengindikasikan terjadinya tren penurunan temperatur, karena data-data yang diambil dari dua kali lebih banyak tempat justru secara jelas menggambarkan adanya peningkatan temperatur.

Hasil yang telah didapat oleh Richard Muller tersebut semakin mempertegas bahwa perubahan iklim sedang terjadi, dan ada baiknya kaum skeptis mulai berpikir ulang dengan keyakinan mereka dan jika memungkinkan mereka bisa membuktikannya sendiri secara ilmiah dengan menggunakan data-data rekaman temperatur di seluruh dunia.

Bio Energi

Bio Energi

Biofuel Tidak seperti sumber energi terbarukan lainnya, biomassa bisa langsung diubah menjadi bahan bakar cair atau bahan bakar bio (biofuel). Biofuel ini mempunyai dua jenis yang paling banyak dikembangkan, yaitu ethanol dan biodiesel.Ethanol adalah alkohol, sama seperti yang berada di dalam minuman bir ,a...
Biopower Biopower atau biomass power adalah biomassa yang digunakan untuk menghasilkan listrik. Sistem listrik biomassa melibatkan beberapa teknologi-teknologi direct firing dan co-firing atau pembakaran biomassa secara langsung dan tidak langsung, gasifikasi, pyrolysis dan penggunaan mikroba anaerob.
Biogas Pembusukan biomassa secara alamiah juga menghasilkan methane. Gas tersebut, yang dikenal dengan nama biogas, kemudian dikumpulkan pada satu wadah yang bisa terbuat dari mulai plastik hingga beton, dan digunakan untuk menghasilkan listrik. Sedangkan untuk mendapatkan gas methane di tempat pembuan...

Kamis, 03 November 2011

Memanfaatkan Bahan Bakar Alternatif

Briket Sampah Organik
Membuat briket jenis ini relatif murah dan sederhana. Sampah organik terlebih dahulu dibakar dalam sebuah lubang sampai menjadi arang. Arang lalu ditumbuk, dihaluskan, dan disaring menjadi bubuk. Setelah diberi campuran perekat (tepung kanji), bubuk lalu dicetak.
Dalam prosesnya, hanya arang yang berwarna hitam pekat yang diolah karena lebih berkualitas dalam menghasilkan energi. Arang daun ini ditumbuk hingga halus dan dicampur dengan tepung kanji dengan takaran 1 berbanding 4. Tepung kanji yang digunakan hanya sedikit karena hanya sebagai perekat. Setelah tercampur rata, adonan ini dicetak sesuai kebutuhan dan dijemur hingga kering. Setelah dijemur sampai kadar airnya hilang, terbentuklah briket sampah yang siap pakai.
Selain bisa menggantikan minyak tanah, arang briket juga ramah lingkungan karena tak mengandung zat kimia yang membahayakan. Briket ini juga hemat dan bisa menyala lebih lama, yakni enam jam terus-menerus tanpa perlu dikipasi. Setelah dipakai, ampas briket sampah tetap bermanfaat sebagai pupuk tanaman.

Briket Eceng Gondok
Eceng gondok gemar menutupi permukaan air dengan kecepatan tumbuh yang luar biasa. Repotnya tanaman gulma menyebabkan pendangkalan. Di Cihampelas, Bandung, Kelompok Usaha Briket Bio Power telah mengusahakan pemanfaatan tanaman gulma ini untuk menjadi bahan bakar alternatif.
Pertama, eceng gondok diiris-iris lalu digiling dengan mesin penggiling sederhana. Air perasannya dipisahkan dan bisa dimanfaatkan untuk pupuk. Sementara ini eceng gondok dimanfaatkan untuk pupuk tanaman hias, bukan untuk sayuran, karena khawatir ada B3 Irisan eceng gondok dicampur dengan tanah liat, kapur, dan serbuk gergaji.
Setelah itu, campuran tadi dimasukkan ke dalam silinder pencetak yang berdiameter 15 sentimeter. Setelah dijemur tiga hari, briket eceng gondok pun bisa langsung digunakan. Dengan ditambah sedikit minyak tanah, briket akan segera membara dan siap untuk memasak.
Briket bisa juga dibakar sehingga menjadi bio arang. Dengan kandungan karbon yang lebih tinggi dan kadar air yang terkurangi, mutu bio arang ini lebih baik dibanding briketnya. Selain ramah lingkungan, briket dan bio arang ini lebih harum dan sedikit asapnya.
Sayangnya, waktu menyalanya relatif singkat sekitar 10 menit saja untuk 3-4 briket ataupun bio arang. Namun limbah hasil pembakaran briket atau bio arang masih bisa dimanfaatkan untuk abu gosok atau pembuatan telur asin, sehingga tak ada yang terbuang.

Briket Limbah Kulit Kacang
Pembuatan briket kulit kacang itu dimulai dengan pembakaran. Setelah menjadi arang, kulit kacang yang masih berbentuk utuh lantas digiling. Proses selanjutnya, serbuk arang kulit kacang itu dicampur dengan adonan lem kanji, kemudian dipres untuk dicetak. Pencampuran antara adonan serbuk kulit kacang dengan lem kanji membutuhkan perbandingan 10:1, jadi setiap 10 kilogram serbuk kulit kacang membutuhkan satu kilogram lem kanji agar bisa dipres menjadi cetakan briket yang diinginkan. Setelah briket dicetak, lantas dijemur hingga kering.
Dari keseluruhan proses produksi briket limbah sampah organik itu, pembakaranlah yang memakan waktu cukup lama, kurang lebih sekitar dua hingga dua setengah jam. Saat dilakukan pembakaran itu, kita harus benar-benar memerhatikan keseluruhan prosesnya, tidak bisa ditinggal karena harus terus-menerus diawasi, jangan sampai apinya mati sebab nanti akan gagal. Akan tetapi api itu juga tidak boleh dibiarkan hidup (membesar) karena kulit kacang yang dibakar akan menjadi abu, kalau sudah jadi abu tidak bisa dibikin menjadi serbuk. Gampang-gampang susah, memang. Untuk itu dirinya harus selalu mengamati dengan teliti ketika proses pembakaran itu tengah berlangsung melalui asap yang dihasilkan dari pembakaran tersebut.
Setiap satu tong drum ukuran sedang sanggup memuat 10 kilogram kulit kacang untuk dibakar. Itu, nantinya, akan menghasilkan briket sebanyak 5-6 kilogram. Jika bisa memanfaatkan waktu kerja secara efektif, per hari, bisa menghasilkan hingga dua kuintal briket siap pakai.
Sumber :
1. http://www.sinarharapan.co.id
2. http://www.liputan6.com
3. http://justescapefromreality.wordpress.com

Perkebunan Alga sebagai Sumber Energi Terbarukan dan Pereduksi CO2



Hal yang menarik untuk mengembangbiakan alga adalah mampu menangkap karbon, menghasilkan biofuel, pembangkit listrik, dan gas buang indutri lain yang digunakan dalam foto bio-reaktor untuk budi daya alga. Micro alga dapat dimodifikasi secara genetik agar memiliki kandungan gula tinggi dan tepung atau kandungan minyak lipid yang tinggi. Gula dan tepung ini dapat diekstrak dan digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan biofuel. Minyak lipid dapat diekstrak menggunakan proses penekanan dan dialihkan menjadi bio-diesel, bio-massa diesel, dan bahan bakar bio-jet. Menambahkan perkebunan alga ke dalam fasilitas yang memiliki sumber CO2 akan sangat menguntungkan.
Sistem Alga foto-bioreaktor merupakan inovasi energi terbarukan yang bersih dan terbaru
Alga merupakan sumber energi terbarukan yang bersih dan tidak habis-habisnya dan potensi terbesar untuk memutuskan ketergantungan akan persediaan minyak. Peningkatan lingkungan dengan kandungan non-sulfur dan pengurangan CO2 memungkinan dalam perkebunan alga.
Foto-bioreaktor alga memiliki kemampuan untuk membuat energi terbarukan dalam waktu yang sedikit dengan kemampuan permintaan produksi, sering beberapa produk dapat dihasilkan dari produksi  tanaman tunggal alga. Dengan penambahan karbon, sistem ini menghasilkan pendapatan berkali-lipat bagi pemiliknya.
Alga merupakan organisme satu sel. Alga membutuhkan hidrogen yang didapat dari H2O dan karbon dari CO2 dan melalui proses fotosintesis menghasilkan rantai hidrokarbon dan melepaskan oksigen. Banyak alga hijau dan hijau-biru mampu menduakalilipatkan massanya setiap 24 jam siklus pertumbuhan. Suku lain alga memproduksi minyak alga dengan sedikit perbedaan rantai hidrokarbon.
Micro alga memiliki tingkat pertumbuhan lebih cepat dari tanaman terrestrial. Panen  minyak alga per unit  diperkirakan antara 2000 hingga 20000 galon per acre, per tahun (4,6 hingga 18,4 l/m2 per tahun); hal ini 7 sampai 30 kali lebih baik dari tanaman terbaik lainnya, lemak Cina (699 galon).
Penelitian menunjukkan alga mampu menghasilkan hingga 60% bomassa dalam bentuk minyak. Karena sel tumbuh dalam suspensi air di mana mereka memiliki akses lebih efisien di air, CO2, nutrisi terlarut. Mikroalga mampu menghasilkan biomassa dalam jumlah besar dan minyak yang dapat digunakan baik dalam kolam tingkat tinggi atau alga foto-bioreaktor. Minyak ini dapat dialihkan menjadi biodiesel yang dapat dijual untuk automobile. Biomassa dapat digunakan untuk memproduksi biogas menjadi metana untuk menghasilkan listrik. Semakin efisien prosesnya semakin besar keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan. Produksi regional dan pengolahan microalga menjadi biofuel akan menyediakan keutungan ekonomi untuk  komunitas pedesaan.

Biobutanol
Butanol dapat dibuat menggunakan alga dengan hanya menggunakan kekuatan biorefinery. Bahan bakar jenis ini memiliki berat jenis yang hampir sama dengan gasoline, dan lebih baik dari etanol dan methanol. Kebanyakan mesin gasolin, butanol dapat digunakan untuk mengganti gasolin dengan tanpa modifikasi. Pada beberapa tes, konsumsi butanol mirip dengan gasoline, dan jika dicampur dengan gasoline, menyediakan kinerja lebih baik dan daya tahan terhadap korosi dibandingkan etanol. Sampah hijau tersisa dari ekstraksi minyak alga dapat digunakan untuk memproduksi butanol.
Biogasolin
Saat ini, bahan bakar jet dibuat dari minyak alga. “Flare test” menyatakan bahwa bahan bakar terbakar, tapi tidak meledak.  “Can Combuster Test” menyatakan bahan bakar cocok dengan teknologi dasar mesin jet.
Tampaknya alga menjanjikan banyak kebutuhan melliputi produksi gas metana untuk listrik. Karakter alga yang diinginkan:
  • Mudah ditumbuhkan
  • Tumbuh di mana saja
  • Panen tinggi per acre
  • Tidak digunakan untuk pakan hewan
  • Ramah lingkungan
Alga mengurangi karbondioksida dalam jumlah banyak dari udara. Perkebunan alga merupakan pelahap gas CO2 yang disediakan siklus karbondioksida dari pembakaran bahan bakar. Sangat memungkinkan menyita sebanyak mungkin CO2 dalam setahun dari pertanian alga. Satu acre perkebunan alga mengurangi 400 metrik ton CO2 dari udara. Foto bioreactor alga merupakan sistem tertutup, oleh karena itu karbondioksida harus dimasukan ke dalam makanan alga.
Pelaksanaan emulsi CO2 menjadi sumber air bernutrisi alga memungkinkan pelacakan mudah bagi pengurangan jumlah CO2. Sistem alga foto bioreactor menggunakan CO2 dengan pasif (atmosfer) atau aktif (pelaksanaan emulsi). Sumber CO2 seperti gas buang dari pembakaran batu bara aktif, aspal, dan industry lainnya yang merupakan sumber besar untuk produksi alga.
Karbon dan pertanian alga menyediakan diversifikasi keuntungan melalui alga dengan produk dan pengurangan karbondioksida aktif. Produksi alga untuk menciptakan biogas metana merupakan fokus terbaru yang popular dan cara hijau untuk menciptakan listrik terbarukan yang tiada habisnya untuk banyak kota dan industri di seluruh dunia.
Sumber: Ezinearticles.com
Sumber foto: aquariumslife.com

Kamis, 27 Oktober 2011

Potensi Ganggang Laut, Serap Emisi Hasilkan Energi

KOMPAS/LASTI KURNIA -Jejak keberadaan koloni terumbu karang yang telah mati menjadi karakter unik kawasan tepi pantai yang berkarang di Pantai Pasir Putih, Desa Sukahujan, Malingping, Lebak, Banten, Senin (7/4). Kawasan pantai karang merupakan ekosistem yang sanggup beradaptasi dengan kondisi alam yang ekstrem, seperti pasang surut laut, gelombang tinggi, perubahan cuaca ekstrem, juga salinitas air laut yang berubah-ubah.
Ganggang laut punya potensi besar dalam upaya mengatasi pemanasan global. Organisme yang mudah hidup di laut itu punya kemampuan besar menyerap karbondioksida dan dapat diolah menjadi biofuel, bahan bakar ramah lingkungan.
Penelitian dalam skala laboratorium yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membuktikan algae (ganggang) di laut membesar 20-25 kali hanya dalam 15 hari dengan diberi makan karbondioksida (CO2).
"Ganggang dari jenis Chaetoceros sp. dengan jumlah sel awal 40.000 sel per mililiter setelah diberi CO2 menjadi sebesar 780.000 sel per ml dalam 15 hari, bahkan Chlorella sp. dengan jumlah sel awal 40.000 sel per ml menjadi sejuta sel per ml dalam 15 hari," kata kata Kepala BPPT Dr Marzan Aziz Iskandar dalam seminar "Implementasi Pengurangan Emisi Karbondioksida sebagai Upaya Mitigasi Global Warming", di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, ini bisa menjadi konsep awal penghitungan penyerapan karbon di laut. Indonesia yang memiliki potensi laut sangat luas berkesempatan untuk mengambil peran besar dalam menyerap karbon dioksida. Di lain pihak, ujar Marzan, ganggang kemudian bisa dipanen sebagai bahan baku biofuel yang prosesnya memiliki efisiensi 40 persen lebih tinggi dibanding membuat biofuel dengan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO).
BPPT akan melanjutkan penelitian tersebut dengan menghubungkan kultur fotobioreaktor ganggang tersebut di mulut gas buang pembangkit listrik untuk mengetahui penyerapannya terhadap gas CO2 dan menambahkan penelitian berikutnya tentang pemanenan plankton sebagai biofuel.
Menurut Marzan, ke depan, penangkapan dan penyerapan karbon dengan algae bisa diterapkan di pembuangan emisi karbon dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang biasanya dibangun di pinggir laut.
Pengurangan emisi karbon dari industri, ujar Marzan, selain dengan penggunaan "Carbon Capture Sequestration" seperti ini, juga bisa dilakukan dengan pemanfaatan energi terbarukan dan perbaikan teknologi yang mampu melakukan efisiensi energi serta memperbaiki proses produksi menjadi lebih hemat bahan bakar.

Senin, 17 Oktober 2011

Masa Depan Bumi Saat Matahari Berevolusi

Masa Depan Bumi Saat Matahari Berevolusi

Perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini menjadi salah satu efek yang sangat signifikan dalam perubahan kondisi Bumi selama beberapa dekade dan abad ke depan. Namun, bagaimana dengan nasib Bumi jika terjadi pemanasan bertahap saat Matahari menuju masa akhir hidupnya sebagai bintang katai putih? Akankah Bumi bertahan, ataukah masa tersebut akan menjadi masa akhir kehidupan Bumi?
Bintang Raksasa Merah. Impresi artis. Sumber : Universetoday
Bintang Raksasa Merah. Impresi artis. Sumber : Universetoday
Milyaran tahun lagi, Matahari akan mengembang menjadi bintang raksasa merah. Saat itu, ia akan membesar dan menelan orbit Bumi. Akankah Bumi ditelan oleh Matahari seperti halnya Venus dan Merkurius? Pertanyaan ini telah menjadi diskusi panjang di kalangan astronom. Akankah kehidupan di Bumi tetap ada saat matahari menjadi Katai Putih?
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan K.-P. Schr¨oder dan Robert Connon Smith, ketika Matahari menjadi bintang raksasa merah, ekuatornya bahkan sudah melebihi jarak Mars. Dengan demikian, seluruh planet dalam di Tata Surya akan ditelan olehnya. Akan tiba saatnya ketika peningkatan fluks Matahari juga meningkatkan temperatur rata-rata di Bumi sampai pada level yang tidak memungkinkan mekanisme biologi dan mekanisme lainnya tahan terhadap kondisi tersebut.
Saat Matahari memasuki tahap akhir evolusi kehidupannya, ia akan mengalami kehilangan massa yang besar melalui angin bintang. Dan saat Matahari bertumbuh (membesar dalam ukuran), ia akan kehilangan massa sehingga planet-planet yang mengitarinya bergerak spiral keluar. Lagi-lagi pertanyaannya bagaimana dengan Bumi? Akankah Matahari yang sedang mengembang itu mengambil alih planet-planet yang bergerak spiral, atau akankah Bumi dan bahkan Venus bisa lolos dari cengkeramannya?
Perhitungan yang dilakukan oleh K.-P Schroder dan Robert Cannon Smith menunjukan, saat Matahari menjadi bintang raksasa merah di usianya yang ke 7,59 milyar tahun, ia akan mulai mengalami kehilangan massa. Matahari pada saat itu akan mengembang dan memiliki radius 256 kali radiusnya saat ini dan massanya akan tereduksi sampai 67% dari massanya sekarang. Saat mengembang, Matahari akan menyapu Tata Surya bagian dalam dengan sangat cepat, hanya dalam 5 juta tahun. Setelah itu ia akan langsung masuk pada tahap pembakaran helium yang juga akan berlangsung dengan sangat cepat, hanya sekitar 130 juta tahun. Matahari akan terus membesar melampaui orbit Merkurius dan kemudian Venus. Nah, pada saat Matahari akan mendekati Bumi, ia akan kehilangan massa 4.9 x 1020 ton setiap tahunnya (setara dengan 8% massa Bumi).
Perjalanan evolusi Matahari sejak lahir sampai akhir masa hidupnya sebagai bintang katai putih. Saat ini Matahari berada di deret Utama  (Main Sequence)
Perjalanan evolusi Matahari sejak lahir sampai akhir masa hidupnya sebagai bintang katai putih. Saat ini Matahari berada di deret Utama (Main Sequence)
Setelah mencapai tahap akhir sebagai raksasa merah, Matahari akan menghamburkan selubungnya dan inti Matahari akan menyusut menjadi objek seukuran Bumi yang mengandung setengah massa yang pernah dimiliki Matahari. Saat itu, Matahari sudah menjadi bintang katai putih. Bintang kompak ini pada awalnya sangat panas dengan temperatur lebih dari 100 ribu derajat namun tanpa energi nuklir, dan ia akan mendingin dengan berlalunya waktu seiring dengan sisa planet dan asteroid yang masih mengelilinginya.
Zona Habitasi yang Baru
Saat ini Bumi berada di dalam zona habitasi / layak huni dalam Tata Surya. Zona layak huni atau habitasi merupakan area di dekat bintang di mana planet yang berada di situ memiliki air berbentuk cair di permukaannya dengan temperatur rata-rata yang mendukung adanya kehidupan. Dalam perhitungan yang dilakukan Schroder dan Smith, temperatur planet tersebut bisa menjadi sangat ekstrim dan tidak nyaman untuk kehidupan, namun syarat utama zona habitasinya adalah keberadaan air yang cair.
Terbitnya bintang raksasa merah. Impresi artis. Sumber: Jeff Bryant’s Space Art.
Terbitnya bintang raksasa merah. Impresi artis. Sumber: Jeff Bryant’s Space Art.
Tak dapat dipungkiri, saat Matahari jadi Raksasa Merah, zona habitasi akan lenyap dengan cepat. Saat Matahari melampaui orbit Bumi dalam beberapa juta tahun, ia akan menguapkan lautan di Bumi dan radiasi Matahari akan memusnahkan hidrogen dari air. Saat itu Bumi tidak lagi memiliki lautan. Tetapi, suatu saat nanti, ia akan mencair kembali. Nah saat Bumi tidak lagi berada dalam area habitasi, lantas bagaimana dengan kehidupan di dalamnya? Akankah mereka bertahan atau mungkin beradaptasi dengan kondisi yang baru tersebut? Atau itulah akhir dari perjalanan kehidupan di planet Bumi?
Yang menarik, meskipun Bumi tak lagi berada dalam zona habitasi, planet-planet lain di luar Bumi akan masuk dalam zona habitasi baru milik Matahari dan mereka akan berubah menjadi planet layak huni. Zona habitasi yang baru dari Matahari akan berada pada kisaran 49,4 SA – 71,4 SA. Ini berarti areanya akan meliputi juga area Sabuk Kuipert, dan dunia es yang ada disana saat ini akan meleleh. Dengan demikian objek-objek disekitar Pluto yang tadinya mengandung es sekarang justru memiliki air dalam bentuk cairan yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan. Bahkan bisa jadi Eris akan menumbuhkan kehidupan baru dan menjadi rumah yang baru bagi kehidupan.
Bagaimana dengan Bumi?
Apakah ini akhir perjalanan planet Bumi? Ataukah Bumi akan selamat? Berdasarkan perhitungan Schroder dan Smith Bumi tidak akan bisa menyelamatkan diri. Bahkan meskipun Bumi memperluas orbitnya 50% dari orbit yang sekarang ia tetap tidak memiliki pluang untuk selamat. Matahari yang sedang mengembang akan menelan Bumi sebelum ia mencapai batas akhir masa sebagai raksasa merah. Setelah menelan Bumi, Matahari akan mengembang 0,25 SA lagi dan masih memiliki waktu 500 ribu tahun untuk terus bertumbuh.
Matahari yang menjadi raksasa merah akan mengisi langit seperti yang tampak dari bumi. Gambar ini menunjukan topografi Bumi yang sudah meleleh menjadi lava. Tampak siluet bulan dengan latar raksasa merah. Copyright William K. Hartmann
Matahari yang menjadi raksasa merah akan mengisi langit seperti yang tampak dari bumi. Gambar ini menunjukan topografi Bumi yang sudah meleleh menjadi lava. Tampak siluet bulan dengan latar raksasa merah. Copyright William K. Hartmann
Saat Bumi ditelan, ia akan masuk ke dalam atmosfer Matahari. Pada saat itu Bumi akan mengalami tabrakan dengan partikel-partikel gas. Orbitnya akan menyusut dan ia akan bergerak spiral kedalam. Itulah akhir dari kisah perjalanan Bumi.
Sedikit berandai-andai, bagaimana menyelamatkan Bumi? Jika Bumi berada pada jarak 1.15 SA (saat ini 1 SA) maka ia akan dapat selamat dari fasa pengembangan Matahari tersebut. Nah bagaimana bisa membawa Bumi ke posisi itu?? Meskipun terlihat seperti kisah fiksi ilmiah, namun Schroder dan Smith menyarankan agar teknologi masa depan dapat mencari cara untuk menambah kecepatan Bumi agar bisa bergerak spiral keluar dari Matahari menuju titik selamat tersebut.
Yang menarik untuk dikaji adalah, umat manusia seringkali gemar berbicara tentang masa depan Bumi milyaran tahun ke depan, padahal di depan mata, kerusakan itu sudah mulai terjadi. Bumi saat ini sudah mengalami kerusakan awal akibat ulah manusia, dan hal ini akan terus terjadi. Bisa jadi akhir perjalanan Bumi bukan disebabkan oleh evolusi matahari, tapi oleh ulah manusia itu sendiri. Tapi bisa jadi juga manusia akan menemukan caranya sendiri untuk lolos dari situasi terburuk yang akan dihadapi.

Bumi


Bumi Simbol astronomis Bumi
Gambar berwarna Bumi, dilihat dari Apollo 17
Foto Bumi yang terkenal, "Kelereng Biru", diambil dari Apollo 17
Penamaan
Adjektif Terestrial, Terran, Telluric, Tellurian, Kebumian
Epoch J2000.0[note 1]
Aphelion 152.097.701 km
1,0167103335 SA
Perihelion 147.098.074 km
0,9832898912 SA
Sumbu semi-mayor 149.597.887,5 km
1,0000001124 SA
Eksentrisitas 0,016710219
Periode orbit 365,256366 hari
1,0000175 tahun
Kecepatan orbit rata-rata 29,783 km/s
107.218 km/jam
Inklinasi 1°34'43,3"[1]
ke Bidang Invariabel
Bujur node menaik 348,73936°
Argumen perihelion 114,20783°
Satelit 1 (Bulan)
Ciri-ciri fisik
Jari-jari rata-rata 6,371.0 km[2]
Jari-jari khatulistiwa 6.378,1 km[3]
Jari-jari kutub 6.356,8 km[4]
Kepepatan 0,0033528[3]
Keliling khatulistiwa 40.075,02 km (khatulistiwa)
40.007,86 km (meridian)
40.041,47 km (rata-rata)
Luas permukaan 510.072.000 km²[5][6][note 2] 148.940.000 km² daratan (29,2 %)
361.132.000 km² perairan (70,8 %)
Volume 1,0832073×1012 km3
Massa 5,9736×1024 kg[7]
Kepadatan rata-rata 5,5153 g/cm3
Gravitasi permukaan di khatulistiwa 9,780327 m/s²[8]
0,99732 g
Kecepatan lepas 11,186 km/s
Hari sideris 0,99726968 d[9]
23h 56m 4.100s
Kecepatan rotasi 1674,4 km/jam
Kemiringan sumbu 23,439281°
Albedo 0,367[7]
Suhu permukaan
Kelvin
Celsius
min rata-rata maks
184 K 287 K 331 K
−89 °C 14 °C 57, 7 °C
Atmosfer
Tekanan permukaan 101,3 kPa (Permukaan laut)
Komposisi 78,08% Nitrogen (N2)
20,95% Oksigen (O2)
0,93% Argon
0,038% Karbon dioksida
Sekitar 1% uap air (bervariasi sesuai iklim)[7]
Bumi adalah planet ketiga dari delapan planet dalam Tata Surya. Diperkirakan usianya mencapai 4,6 milyar tahun. Jarak antara Bumi dengan matahari adalah 149.6 juta kilometer atau 1 AU (ing: astronomical unit). Bumi mempunyai lapisan udara (atmosfer) dan medan magnet yang disebut (magnetosfer) yang melindung permukaan Bumi dari angin matahari, sinar ultraungu, dan radiasi dari luar angkasa. Lapisan udara ini menyelimuti bumi hingga ketinggian sekitar 700 kilometer. Lapisan udara ini dibagi menjadi Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, Termosfer, dan Eksosfer.
Lapisan ozon, setinggi 50 kilometer, berada di lapisan stratosfer dan mesosfer dan melindungi bumi dari sinar ultraungu. Perbedaan suhu permukaan bumi adalah antara -70 °C hingga 55 °C bergantung pada iklim setempat. Sehari dibagi menjadi 24 jam dan setahun di bumi sama dengan 365,2425 hari. Bumi mempunyai massa seberat 59.760 milyar ton, dengan luas permukaan 510 juta kilometer persegi. Berat jenis Bumi (sekitar 5.500 kilogram per meter kubik) digunakan sebagai unit perbandingan berat jenis planet yang lain, dengan berat jenis Bumi dipatok sebagai 1.
Bumi mempunyai diameter sepanjang 12.756 kilometer. Gravitasi Bumi diukur sebagai 10 N kg-1 dijadikan unit ukuran gravitasi planet lain, dengan gravitasi Bumi dipatok sebagai 1. Bumi mempunyai 1 satelit alami yaitu Bulan. 70,8% permukaan bumi diliputi air. Udara Bumi terdiri dari 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% uap air, karbondioksida, dan gas lain.
Bumi diperkirakan tersusun atas inti dalam bumi yang terdiri dari besi nikel beku setebal 1.370 kilometer dengan suhu 4.500 °C, diselimuti pula oleh inti luar yang bersifat cair setebal 2.100 kilometer, lalu diselimuti pula oleh mantel silika setebal 2.800 kilometer membentuk 83% isi bumi, dan akhirnya sekali diselimuti oleh kerak bumi setebal kurang lebih 85 kilometer.
Kerak bumi lebih tipis di dasar laut yaitu sekitar 5 kilometer. Kerak bumi terbagi kepada beberapa bagian dan bergerak melalui pergerakan tektonik lempeng (teori Continental Drift) yang menghasilkan gempa bumi.
Titik tertinggi di permukaan bumi adalah gunung Everest setinggi 8.848 meter, dan titik terdalam adalah palung Mariana di samudra Pasifik dengan kedalaman 10.924 meter. Danau terdalam adalah Danau Baikal dengan kedalaman 1.637 meter, sedangkan danau terbesar adalah Laut Kaspia dengan luas 394.299 km2.

Komposisi dan struktur

Bumi adalah sebuah planet kebumian, yang artinya terbuat dari batuan, berbeda dibandingkan gas raksasa seperti Jupiter. Planet ini adalah yang terbesar dari empat planet kebumian, dalam kedua arti, massa dan ukuran. Dari keempat planet kebumian, bumi juga memiliki kepadatan tertinggi, gravitasi permukaan terbesar, medan magnet terkuat dan rotasi paling cepat. Bumi juga merupakan satu-satunya planet kebumian yang memiliki lempeng tektonik yang aktif.

Bentuk

Bentuk panet bumi sangat mirip dengan bulatan gepeng (oblate spheroid), sebuah bulatan yang tertekan ceper pada orientasi kutub-kutub yang menyebabkan buncitan pada bagian equator. Buncitan ini terjadi karena rotasi bumi, menyebabkan ukuran diameter equator 43 km lebih besar dibandingkan diameter dari kutub ke kutub. Diameter rata-rata dari bulatan bumi adalah 12.742 km, atau kira-kira 40,000 km/π. Karena satuan meter pada awalnya didefinisikan sebagai 1/10.000.000 jarak antara equator ke kutub utara melalui kota Paris, Prancis.
Topografi lokal sedikit bervariasi dari bentuk bulatan ideal yang mulus, meski pada skala global, variasi ini sangat kecil. Bumi memiliki toleransi sekitar satu dari 584, atau 0,17% dibanding bulatan sempurna (reference spheroid), yang lebih mulus jika dibandingkan dengan toleransi sebuah bola billiard, 0.22%. Lokal deviasi terbesar pada permukaan bumi adalah gunung Everest (8,848 m di atas permukaan laut) dan palung mariana (10.911 m dibawah permukaan laut). Karena buncitan equator, bagian bumi yang terletak paling jauh dari titik tengah bumi sebenarnya adalah gunung Chimborazo di Ecuador.

[sunting] Komposisi kimia

F. W. Clarke's Table kerak oksida
Senyawa Formula Komposisi
silika SiO2 59.71%
alumina Al2O3 15.41%
kapur CaO 4.90%
Magnesia MgO 4.36%
sodium oxide Na2O 3.55%
iron(II) oxide FeO 3.52%
potasium oxida K2O 2.80%
besi(III) oxida Fe2O3 2.63%
air H2O 1.52%
titanium dioxida TiO2 0.60%
phosphorus pentoxida P2O5 0.22%
Total 99.22%
Massa bumi kira-kira adalah 5.98×1024 kg. Kandungan utamanya adalah besi(32.1%), oksigen (30.1%), silikon (15.1%), magnesium (13.9%), sulfur (2.9%), nikel (1.8%), kalsium (1.5%), and aluminium (1.4%); dan 1.2% selebihnya terdiri dari berbagai unsur-unsur langka. Karena proses pemisahan massa, bagian inti bumi dipercaya memiliki kandungan utama besi (88.8%), dan sedikit nikel (5.8%), sulfur (4.5%), dan selebihnya kurang dari 1% unsur langka.[10]
Ahli geokimia F. W. Clarke memperhitungkan bahwa sekitar 47% kerak bumi terdiri dari oksigen. Batuan-batuan paling umum yang terdapat di kerak bumi hampir semuanya adalah oksida (oxides); klorin, sulfur, dan florin adalah kekecualian dan jumlahnya di dalam batuan biasanya kurang dari 1%. Oksida-oksida utama adalah silika, alumina, oksida besi, kapur, magnesia, potas dan soda. Fungsi utama silika adalah sebagai asam, yang membentuk silikat. Ini adalah sifat dasar dari berbagai mineral batuan beku yang paling umum. Berdasarkan perhitungan dari 1,672 analisa berbagai jenis batuan, Clarke menyimpulkan bahwa 99.22% batuan terdiri dari 11 oksida (lihat tabel kanan). Konstituent lainnya hanya terjadi dalam jumlah yang kecil. [note 3]

Lapisan bumi

Menurut komposisi (jenis dari materialnya), Bumi dapat dibagi menjadi lapisan-lapisan sebagai berikut :
Mantel bumi terletak di antara kerak dan inti luar bumi. Mantel bumi merupakan batuan yang mengandung magnesium dan silikon. Suhu pada mantel bagian atas ±1300 °C-1500 °C dan suhu pada mantel bagian dalam ±1500 °C-3000 °C
Sedangkan menurut sifat mekanik (sifat dari material) -nya, bumi dapat dibagi menjadi lapisan-lapisan sebagai berikut :
Inti bumi bagian luar merupakan salah satu bagian dalam bumi yang melapisi inti bumi bagian dalam. Inti bumi bagian luar mempunyai tebal 2250 km dan kedalaman antara 2900-4980 km. Inti bumi bagian luar terdiri atas besi dan nikel cair dengan suhu 3900 °C
Inti bumi bagian dalam merupakan bagian bumi yang paling dalam atau dapat juga disebut inti bumi. inti bumi mempunyai tebal 1200km dan berdiameter 2600km. inti bumi terdiri dari besi dan nikel berbentuk padat dengan temperatur dapat mencapai 4800 °C



;;