Minggu, 18 Desember 2011

NASA Miliki Peta Karbon Dunia Yang Lebih Akurat

NASA Miliki Peta Karbon Dunia Yang Lebih Akurat
Tahukan Anda, berapa banyak karbon yang tersimpan di seluruh hutan tropis yang ada di muka bumi ini? Akan sulit menjawabnya jika hanya mengandalkan data-data riset perhitungan karbon yang telah dilakukan hanya per negara dan biasanya berdasar pengamatan terhadap ketinggian pohon serta dilakukan dari permukaan bumi atau ground-based.

Lain halnya yang dilakukan NASA dengan memanfaatkan teknologi luar angkasa yang dimilikinya. Tim riset yang dipimpin lembaga antariksa Amerika Serikat tersebut berhasil membuat peta akurat kuantitas dan lokasi karbon yang tersimpan di seluruh pepohonan dan hutan tropis yang ada di muka bumi ini.

Carbon-Map
Peta karbon NASA

NASA menggunakan data yang didapat dari Geoscience Laser Altimeter System dengan teknologi lidar yang terdapat pada satelit ICESat. Satelit ini mengidentifikasi ketinggian pohon menggunakan tiga juta pengukuran yang selanjutnya dikombinasikan dengan data yagn didapat di darat untuk menghitung karbon yang tersimpan di dalamnya. Perhitungan tersebut masih harus digabungkan dengan berbagai perangkat peta visual yang dibuat dengan instrumen Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer, satelit scatterometer QuikSat dan Shuttle Radar Topography Mission.

Berdasar data dari awal tahun 2000-an hingga kini, peta tersebut fokus pada 2,5 juta hektar hutan yang tersebar di 75 negara. Sebesar 247 milyar ton karbon tersimpan di dalamnya. Dari angka tersebut, sebanyak hampir setengahnya tersimpan di hutan tropis Amerika Latin. Cadangan karbon yang jumlahnya hampir sama juga terdapat di sub Sahara Afrika. Sementara di hutan Amazon Brasil, di dalamnya tersimpan 61 milyar ton karbon.

Peta karbon yang dihasilkan NASA dan dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences tersebut nantinya bisa dijadikan sebagai dasar pembanding untuk pemantauan karbon, serta melihat kesehatan dan lamanya usia seluruh hutan.

International Energy Agency : Perubahan Iklim Akan Capai Point of No Return Dalam Lima Tahun Lagi

 International Energy Agency : Perubahan Iklim Akan Capai Point of No Return Dalam Lima Tahun Lagi Apa yang akan terjadi dengan perubahan iklim dalam lima tahun mendatang? Perubahan iklim akan mencapai titik tidak bisa diubah kembali.

Hal itu diungkapkan oleh International Energy Agency dalam press releasenya. Pernyataan yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk pada tahun 1974/1975 oleh 16 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Jerman, dalam merespon krisis minyak bumi, bukanlah tidak berdasar.

Menurut badan tersebut dengan jumlah bahan bakar fosil yang digunakan untuk bangunan dan pabrik yang akan dibangun dalam lima tahun ke depan, umat manusia akan terkunci dalam sebuah sejumlah besar emisi yang akan mendorong bumi berada pada titik tidak bisa kembali.

Satu-satunya jalan, menurut IEA adalah segera beralih ke teknologi rendah emisi demi menjaga karbon yang dilepas ke atmosfir di bawah 450 ppm hingga tahun 2035.  Hal ini mengacu pada konsensus global guna mempertahankan suhu bumi tidak naik melebihi 2 derajat cecius.

IEA juga menambahkan bahwa ketergesaan dalam membangun pabrik, bangunan dan infrastruktur murah pengemisi karbon akan membawa kita hidup dalam ekonomi palsu. Setiap 1 US dolar yang tidak digunakan pada infrastruktur berbasis energi terbarukan dalam lima tahun mendatang, kita harus menghabiskan 4,30 US dolar setelah tahun 2020 untuk mengurangi emisi karbon selanjutnya yang lebih besar.

Pertumbuhan, kemakmuran dan populasi yang meningkat akan mendorong kebutuhan energi dalam beberapa dekade ke depan. Maria van der Hoeven, eksekutif direktur IEA, menegaskan perlunya pemerintah di berbagai negara untuk mendorong investasi teknologi yang efisien dan rendah karbon.

Ilmuwan Skeptis Terhadap Perubahan Iklim Akui Pemanasan Global Adalah Nyata

 Ilmuwan Skeptis Terhadap Perubahan Iklim Akui Pemanasan Global Adalah Nyata Pro dan kontra masih membayangi isu perubahan iklim. Sebagian ilmuwan, seperti mereka yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau ilmuwan independen lainnya, menyatakan bahwa berdasar riset yang telah mereka lakukan perubahan iklim memang sedang terjadi. Sementara bagi ilmuwan lainnya yang skeptis, seperti ahli fisika terkemuka Richard Muller dari University of California Berkeley, Amerika Serikat menyatakan bahwa perubahan iklim tidaklah nyata dan lebih banyak dipengaruhi unsur politis serta diperkuat aktivis lingkungan.

Kenyataannya kini apa yang diyakini oleh Muller ditampik dirinya sendiri. Seperti yang dikutip dari Investor Bussiness Daily, Muller mengungkapkan pada Wall Street Journal, Muller kini mengaku bahwa perubahan iklim memang sedang terjadi.

Keyakinannya tersebut didasari atas riset yang telah dilakukannya sendiri terhadap kebenaran tentang terjadinya perubahan iklim seperti yang telah dinyatakan oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya sebelumnya. Setiap data yang tercatat di pusat pemantauan suhu di seluruh dunia dianalisa olehnya, dan hasilnya dapat ditebak bahwa perubahan iklim sedang menaikkan suhu sebesar 1 derajat Celcius sejak pertengahan tahun 1950.

Untuk mengurangi bias yang mungkin terjadi pada data yang diambil, selain menggunakan data temperatur dari daerah perkotaan yang diyakini menyebabkan bias pada analisa, Muller juga menggunakan data-data temperatur dari wilayah di luar perkotaan. Dan hasilnya suhu di wilayah tersebut juga mengalami kenaikan.

Bahkan grafik "hockey stick" yang menunjukkan tren peningkatan temperatur di muka bumi ini akhirnya diakui kebenarannya oleh Muller, setelah sebelumnya fisikawan tersebut menganggapnya sebagai poster dari komunitas pemanasan global. Data-data yang diolahnya juga menghasilkan grafik yang bukan lagi mirip justru sama persis dengan grafik "hockey stick".

Richard Muller menegaskan bahwa para ilmuwan skeptis salah dengan mendasarkan argumentasi mereka pada data-data dari beberapa tempat yang mengindikasikan terjadinya tren penurunan temperatur, karena data-data yang diambil dari dua kali lebih banyak tempat justru secara jelas menggambarkan adanya peningkatan temperatur.

Hasil yang telah didapat oleh Richard Muller tersebut semakin mempertegas bahwa perubahan iklim sedang terjadi, dan ada baiknya kaum skeptis mulai berpikir ulang dengan keyakinan mereka dan jika memungkinkan mereka bisa membuktikannya sendiri secara ilmiah dengan menggunakan data-data rekaman temperatur di seluruh dunia.

Bio Energi

Bio Energi

Biofuel Tidak seperti sumber energi terbarukan lainnya, biomassa bisa langsung diubah menjadi bahan bakar cair atau bahan bakar bio (biofuel). Biofuel ini mempunyai dua jenis yang paling banyak dikembangkan, yaitu ethanol dan biodiesel.Ethanol adalah alkohol, sama seperti yang berada di dalam minuman bir ,a...
Biopower Biopower atau biomass power adalah biomassa yang digunakan untuk menghasilkan listrik. Sistem listrik biomassa melibatkan beberapa teknologi-teknologi direct firing dan co-firing atau pembakaran biomassa secara langsung dan tidak langsung, gasifikasi, pyrolysis dan penggunaan mikroba anaerob.
Biogas Pembusukan biomassa secara alamiah juga menghasilkan methane. Gas tersebut, yang dikenal dengan nama biogas, kemudian dikumpulkan pada satu wadah yang bisa terbuat dari mulai plastik hingga beton, dan digunakan untuk menghasilkan listrik. Sedangkan untuk mendapatkan gas methane di tempat pembuan...